Cherreads

Chapter 37 - Gerbang Utara Jalur Lumut

Perlahan, ia mengglendeng Wus Wus menjauh dari sungai, langkahnya sunyi, seolah berat menahan sesuatu yang tak terlihat. Hatinya terasa kosong, dingin seperti pagi yang merayap tanpa suara. Jembatan terbentang di depannya kini mulai memudar, samar dalam bias cahaya yang meredup, perlahan terselimuti kabut tipis yang mengambang di udara.

Kabut kian menebal. Jarak pandang terbatas, hanya menyisakan sedikit bayangan dari batu-batu putih yang tertutup lumut. Begitu ia melangkah lebih jauh, kabut tersibak, memperlihatkan persimpangan jalan dengan susunan batu putih yang kini hampir tertelan oleh lumut dan akar.

Saat Solor melangkah di atas paving batu putih yang tertutup lumut dan akar, setiap jejak langkahnya terasa berat, seolah bumi sendiri enggan melepaskannya. Kabut yang menyelimuti hutan perlahan tersibak, seperti tirai misteri yang diangkat oleh tangan tak kasat mata. Suasana mendadak sunyi, hanya desir angin yang berbisik di antara dedaunan basah.

Di hadapannya, sebuah gapura tua menjulang di tengah kabut yang masih menggantung. Megah, tetapi juga menyeramkan. Berdiri kokoh meski waktu telah menggerogotinya. Terbuat dari batu putih yang kini hampir sepenuhnya diselimuti lumut hijau tua, seakan alam sendiri berusaha menyembunyikan keberadaannya. Sulur dan tanaman liar menjalar ke seluruh permukaannya, mencengkeram pilar-pilar besar yang menopang struktur kuno itu.

Pada kedua sisi gapura, sepasang pohon terukir dalam posisi melenggok, tubuh mereka tertutup lumut dan jamur, tampak kosong, seakan telah lama tertidur dalam keheningan abadi. Relief-relief halus yang menghiasi dinding gapura nyaris hilang, terkikis oleh waktu, menyisakan bayangan samar tentang kejayaan masa lalu.

Di puncaknya, sebuah lengkungan besar menyangga batu bertuliskan aksara Jawa kuno: "Jalur Lumut." Tulisan itu buram, sebagian tenggelam dalam lumut yang tebal, seakan menantang siapa pun yang mencoba membaca dan memahami maknanya. Ada sesuatu dalam keberadaan gapura ini yang menekan dada Solor—sebuah perasaan tak terjelaskan, antara takjub dan gentar.

Angin tiba-tiba berembus lebih kencang, menggoyangkan dedaunan di atasnya, membuat sekelilingnya terasa semakin hidup. Di kejauhan, suara gemerisik samar terdengar, entah hanya ranting yang jatuh atau sesuatu yang lain. Solor mengeratkan genggamannya pada kendali Wus Wus, mengatur napasnya. Kini, ia benar-benar telah sampai di ambang Jalur Lumut—jalur yang telah lama mati, jalur yang mungkin menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang pernah diduganya.

Solor menatap gapura itu lama. Terakhir kali ia melewati jalur ini sepuluh tahun lalu, dan kini jalan itu tampak berubah. Lebih sulit dikenali, lebih liar, lebih menantang. Waktu atau mungkin tangan-tangan tersembunyi telah merusak jalur itu.

Ia menghela napas, lalu menaiki kudanya kembali. Wus Wus meringkik pelan, seolah memahami beban di hati tuannya.

Solor melanjutkan perjalanan, menapaki Jalur Lumut yang samar. Entah masih adakah jalannya menuju Wulansana, atau mungkin tantangan yang lebih besar menantinya di balik kabut tebal Pegunungan Lumut.

More Chapters