Cherreads

Chapter 15 - Bab 14

Bab 14

"Keikhlasan yang Membakar Luka"

Malam itu, angin berhembus pelan di beranda rumah Arkha.

Hana, istrinya yang shalihah, menyuguhkan teh hangat,

lalu duduk di samping suaminya yang tampak termenung jauh.

"Abang..."

sapanya lembut,

"Kenapa akhir-akhir ini kulihat mata abang seperti langit yang mengandung hujan?"

Arkha tersenyum tipis.

Tak ada kata-kata yang keluar, hanya helaan nafas panjang.

Dengan keberanian seorang wanita yang tulus mencintai karena Allah,

Hana menggenggam tangan suaminya erat-erat.

"Abang," lanjutnya,

"aku tahu tentang niat sahabatmu meminang Naya.

Dan aku tahu pula...

siapa yang diam-diam abang doakan setiap malam di sela sujud panjangmu."

Arkha menunduk, rasa bersalah mengulum dadanya.

Hana tersenyum,

senyum yang lebih pahit daripada airmata,

namun lebih manis di sisi Tuhan.

"Kalau abang mau...

jangan biarkan orang lain yang mengambil kesempatan itu.

Pinanglah Naya, Bang...

jadikan dia bagian dari hidupmu,

sebagaimana Allah membolehkan,

dan aku... aku akan belajar mengikhlaskan."

Arkha menatap istrinya dengan mata basah.

Di hadapannya, berdiri seorang wanita yang keikhlasannya mampu mengguncang langit.

"Aku... aku belum pantas, Hana," bisik Arkha.

"Bahkan mencintainya pun aku merasa berdosa, apalagi memilikinya."

Tapi Hana tersenyum lagi, lalu mengambil ponsel.

Dengan inisiatif yang membuat Arkha gemetar,

Hana mengirim pesan kepada Naya.

Pesannya pendek, sederhana, tapi berat maknanya:

"Assalamualaikum, Ukhti Naya...

Aku ingin bicara. Bukan sebagai pesaing, bukan sebagai penghalang,

tapi sebagai saudaramu yang mencintaimu karena Allah.

Maukah engkau mempertimbangkan untuk bersama-sama kami,

membangun rumah tangga dengan pondasi cinta yang diridai Allah?"

Pesan itu meluncur,

menggetarkan seluruh dinding hati Naya.

Saat membaca pesan itu,

Naya membeku.

Tangannya gemetar, dadanya sesak.

Kagum — itu yang pertama muncul.

Bagaimana bisa seorang wanita mencintai suaminya dengan sedalam itu,

namun tetap rela membagi hatinya demi kebahagiaan suami yang ia cintai?

Air mata Naya mengalir perlahan.

Dalam hatinya, terlintas kenangan tentang Fathan.

Andai dulu ia bisa seikhlas Hana,

mungkin kini ia hanya tinggal menunggu pintu surga terbuka dengan senyuman.

"Ya Allah..."

Naya berbisik dalam hati,

"Kalau aku menerima ini, apakah aku mampu setegar dirinya?

Apakah aku mampu menahan cemburu,

menahan luka,

demi cinta yang Engkau berkahi?"

Kepalanya tertunduk dalam-dalam.

Antara rasa haru, rasa takut, dan rasa cinta yang kembali menghangatkan rongga hatinya.

Malam itu,

Naya menghabiskan waktu dalam sujud panjang,

meminta petunjuk,

meminta hati yang lapang,

meminta keteguhan yang mungkin selama ini tidak pernah benar-benar ia miliki.

Dan di antara linangan air mata,

ia sadar:

cinta sejati tidak hanya tentang menerima kehadiran,

tetapi juga tentang menerima ujian dengan hati yang lapang,

sebagaimana Hana telah mengajarkannya malam itu —

dalam satu pesan sederhana,

yang menggetarkan tak hanya bumi,

tapi juga langit tempat para malaikat bertasbih.

---

More Chapters