Cherreads

Chapter 10 - BAB I.IX : The Sword And Shield of The He Country of Light Apollo

Di tengah hamparan emas tanah Apollo, di sebuah desa kecil yang nyaris tak dikenal, lahirlah seorang anak dari pasangan petani sederhana. Namanya adalah Leonidas, dan sejak usia tujuh tahun, tangan kecilnya telah menggenggam pedang kayu, menebas bayangan sore yang menari di ladang gandum.

Tak ada yang menyangka, anak dari tanah yang sunyi itu kelak akan menorehkan namanya dalam sejarah dunia.

Tahun demi tahun berlalu. Ketika usianya menginjak dua puluh, Leonidas mengukuhkan tekadnya. Ia mendaftar sebagai prajurit negeri cahaya Apollo. Dalam waktu singkat, ia menaklukkan medan pelatihan, menjinakkan kekuatan elemen cahaya dalam dirinya, dan perlahan naik pangkat—hingga di usia dua puluh delapan, namanya bergema di seluruh negeri sebagai panglima perang termuda sepanjang sejarah Apollo.

Namun, tak ada kejayaan tanpa luka.

Tiga tahun sebelum ia memilih jalur petualangannya, Leonidas terlibat dalam pertempuran besar di Hutan Skandinavia—wilayah berbatasan yang gelap, tempat kabut tidak pernah menghilang dan bayangan musuh mengintai setiap dedaunan yang jatuh.

Hari itu, langit memerah dan tanah bergetar oleh dentuman sihir serta logam. Pasukan kegelapan dari negara Anubis datang tanpa ampun. Leonidas bertempur tanpa henti, hingga tubuhnya penuh luka dan pedangnya hancur berkeping. Dalam keadaan sekarat, ia memutuskan mundur—bukan karena takut, tetapi karena ia tahu... tanpa senjata, ia hanya akan menjadi beban.

Namun pasukan Anubis tak membiarkannya pergi.

Dengan napas tertahan dan darah mengalir, ia berlari menembus hutan, hingga akhirnya menemukan pintu batu besar yang setengah tertutup lumut dan debu waktu. Di balik pintu itu, lorong bawah tanah menyambutnya dalam gelap. Ia masuk—dan para pengejarnya mengikutinya.

Di ujung lorong, terdapat sebuah gerbang yang dikunci rantai besi kuno. Leonidas, tanpa pikir panjang, mengerahkan seluruh kekuatan terakhirnya untuk menghancurkan rantai tersebut. Jeritan logam memenuhi ruangan... dan pintu pun terbuka.

Di dalamnya—tertancap di atas batu putih—berdiri Pedang Sable De Luz, memancarkan cahaya lembut yang menyentuh dinding ruangan. Di sampingnya, Escudo Ligero, tameng bercahaya yang tampak seperti diciptakan dari sinar matahari pagi.

Leonidas mendekat.

Tangannya gemetar.

Dan ketika jemarinya menyentuh gagang pedang itu...

Dunia berhenti sejenak.

Cahaya meledak dari dalam dirinya. Kekuatannya yang selama ini tersembunyi terbangkitkan. Dengan satu tebasan, ia menghabisi musuh-musuh yang mengepungnya.

Tanpa menunggu waktu, ia kembali ke medan perang, berlari di antara reruntuhan dan kobaran api. Dengan pedang dan tameng legendaris di tangan, Leonidas menjadi cahaya yang menelan kegelapan. Musuh runtuh, dan pasukan Apollo bangkit kembali. Hari itu, negeri cahaya menang, dan nama Leonidas diukir dalam lagu kemenangan yang dinyanyikan seluruh negeri.

Kini, di usia tiga puluh, Leonidas menanggalkan gelar panglimanya.

Bukan karena lelah.

Bukan karena takut.

Melainkan karena tekad yang lebih besar dari sekadar perang:

Menyatukan para pejuang dari seluruh penjuru dunia

Membentuk kelompok petualang terkuat dalam sejarah

Dan menjatuhkan Raja Anubis—Azazel, sang penguasa kegelapan, yang bahkan mampu membengkokkan ruang dan waktu dengan kekuatannya.

Dan perjalanannya baru saja dimulai.

More Chapters