Cherreads

Chapter 10 - BAB 10: TATAPAN YANG TAK BISA DI SEMBUNYIKAN

Hari itu langit mendung, seperti memberi firasat bahwa sekolah akan menjadi panggung baru untuk permainan berbahaya.

Tiga murid pindahan resmi diperkenalkan.

"Perkenalkan, aku Leo. Senang bertemu kalian semua."

"Aku Yuji, semoga bisa cepat akrab."

"Namaku Reina. Mohon bimbingannya ya."

Senyum mereka tampak tulus. Tapi tatapan Reivan hanya datar, dan tangan kirinya sedikit mengencang seolah sudah membaca isi kepala mereka satu per satu.

Kiro yang duduk tak jauh dari Reivan, memiringkan kepala dan berbisik pelan.

"Kau merasakannya juga, kan?"

Reivan: "Bahkan sebelum mereka melangkah ke gerbang sekolah."

---

Selang beberapa hari...

Reina mulai akrab dengan Aveline.

Mereka sering makan siang bersama di taman belakang sekolah. Aveline yang polos dan baik hati tak menyadari ada rencana licik di balik senyum Reina.

Leo dan Yuji? Mereka mendekati Freya dan Lyla secara bergiliran—menggunakan cara khas para aktor bayangan: perhatian kecil, pujian, dan sikap ramah yang terlihat tulus.

Freya sempat terlihat ragu. Tapi Lyla? Waspada. Ia merasa ada yang tak beres dari cara Leo menatap Reivan diam-diam saat tersenyum padanya.

---

Chika, seperti biasa, tidak tertarik pada siapa pun—kecuali satu hal:

Gerak-gerik Reivan yang mulai 'berbeda'.

Chika: "Dia terlalu diam."

Kiro: "Itu tandanya dia berpikir terlalu banyak."

Chika: "Atau… sedang menyiapkan sesuatu."

---

Sore harinya...

Reivan duduk sendiri di ruang klub yang tak terpakai. Di hadapannya, layar holografik kecil menampilkan rekaman dari kamera tersembunyi di kantin, lapangan, dan taman belakang. Semua interaksi para penyusup ia simpan. Semua pola mereka ia pelajari.

"Memasuki fase permainan kedua. Mari kita ubah peran mereka… dari pemain jadi bidak."

---

Malamnya, markas Specter Eidolon—

Agen Tinggi: "Laporan: Target Night Hunter tampaknya belum menyadari."

Pemimpin: "Bagus. Terus tekan dari dalam. Hancurkan hatinya, bukan tubuhnya."

Agen Black Mantis: "Kita akan mulai menyusup ke kehidupan pribadinya… buat dia hancur perlahan."

---

Namun…

Di layar proyeksi gelap lain, menampilkan Reivan yang duduk di atap sekolah, menatap bintang.

Reivan (pelan):

> "Kalian datang... Terlambat dua langkah. Tapi itu cukup untukku menghibur diri."

---

Besoknya, situasi berubah.

Leo mendekati Freya seperti biasa—tapi Reivan tiba-tiba lewat dan menyentuh bahu Freya.

Reivan: "Kau punya tugas bersamaku hari ini, ingat?"

Freya yang kaget hanya bisa mengikuti sambil pipinya memerah.

Leo? Terdiam dengan senyum kaku.

Di taman, Yuji sedang mengajak Lyla berbicara—tapi Reivan lewat dan duduk di bangku samping mereka, membuka novel sambil berkata:

"Suaranya terlalu keras. Aku mau baca."

Yuji tak bisa berkata apa-apa dan mundur perlahan.

Reina yang berusaha mengorek info dari Aveline malah dikejutkan saat Reivan muncul sambil membawa sebotol teh.

Reivan: "Aveline, kau lupa ini."

Aveline yang menerimanya hanya tersenyum malu.

Reina: (dalam hati) "Kenapa dia terus menghalangi…"

---

Beberapa hari kemudian, Leo, Yuji, dan Reina mulai menunjukkan tanda frustasi.

Mereka merasa dikendalikan. Dibelokkan dari rencana. Seolah… Reivan tahu semua langkah mereka.

---

Bab 16: Tatapan yang Tak Bisa Disembunyikan

Hari itu langit tampak cerah, tapi suasana hati beberapa gadis terasa sebaliknya.

Reivan dan Aveline pulang sekolah bersama. Lagi.

Bukan hanya sekali dua kali. Sudah seminggu ini. Kadang mereka ngobrol pelan saat berjalan, kadang hanya diam berdampingan—tapi semua yang melihat tahu: ada sesuatu di antara mereka.

Lyla, Freya, dan Chika memperhatikan dari jauh.

Chika hanya melirik sekilas, seperti biasa, tapi cara dia mencengkeram gagang tasnya terlalu kuat untuk dianggap biasa.

Freya yang ramah jadi lebih sering diam saat pulang.

Lyla... bahkan mulai tak menjawab sapaan Reivan sepenuh hati.

Kiro: "Mereka semua lagi panas."

Reivan: "Angin hari ini memang kering."

Kiro: "…Kau sengaja, ya?"

Reivan hanya menjawab dengan senyum samar. Tak membantah, tak membenarkan.

---

Sementara itu di jalan menuju rumah Alexandros…

Aveline menunduk pelan, menyembunyikan rona merah di pipinya. Reivan berjalan di sebelahnya seperti biasa—tenang, santai, dan nyaris terlalu pendiam.

Aveline: "Reivan…"

Reivan: "Hm?"

Aveline: "Kau… tidak merasa aneh ya, pulang bersama seperti ini?"

Reivan: "Kenapa harus aneh?"

Aveline: (pelan) "Entah… karena aku merasa nyaman."

Hening. Angin lewat sebentar, dan Reivan hanya menatapnya sebentar lalu kembali menatap depan.

Sesampainya di depan gerbang rumah besar bergaya barat itu, seorang pria dengan jas hitam sudah menunggu.

Alexandros. Ketua organisasi bayangan, ayah angkat Reivan, dan… ayah kandung Aveline.

Begitu Reivan tiba, Alexandros menyambutnya seperti keluarga.

Alexandros: "Selamat datang, Nak. Sudah lama sejak terakhir kau mampir."

Reivan: "Aku lewat. Kebetulan."

Alexandros: "Kalau kebetulan membuat anak gadisku tersenyum seperti itu… semoga kau sering 'kebetulan' lewat."

Aveline yang mendengarnya langsung tersipu dan melarikan diri masuk rumah.

Alexandros (pelan): "Terima kasih sudah menjaga Aveline."

Reivan: "Aku tak pernah berniat membiarkannya terluka."

Alexandros: "Aku tahu. Karena itu aku percaya padamu… lebih dari siapa pun."

---

Malam itu…

Setelah pulang, Reivan keluar sendirian. Jalanan sepi. Tapi ia tahu: ia sedang diawasi.

Di atas atap, di antara bayangan bangunan tua, Reivan memasang perangkap kecil dan alat pemindai mini.

Matanya tajam. Suaranya pelan.

"Specter Eidolon dan Black Mantis… kalian mulai bergerak."

---

Di lokasi rahasia, Specter Eidolon dan Black Mantis—

Sebuah rapat besar sedang berlangsung.

Pemimpin Specter Eidolon: "Night Hunter adalah ancaman. Dia tahu terlalu banyak."

Ketua Black Mantis: "Maka kita gabungkan kekuatan. Bunuh dia."

Agen: "Kita punya pola gerakannya. Kita tahu rumahnya. Kita tahu dia dekat dengan seorang gadis."

Pemimpin: "Gunakan semua itu."

---

Dan Alexandros yang diam-diam mengikuti semua gerakan dari ruang pusat pengawasannya... mulai menggertakkan gigi.

Alexandros: "Mereka mulai… menyeret anakku dan Aveline ke dalamnya. Sialan."

Ia pun segera mengirim bantuan bayangan. Tapi…

---

Keesokan malam, di sebuah taman kota.

Reivan dan Aveline sedang berjalan-jalan, menikmati udara malam.

Aveline tertawa kecil saat Reivan menjelaskan cara kerja kamera mini yang ia modifikasi.

Tapi…

CRACK

Sebuah ledakan kecil mengguncang pohon di sebelah mereka. Tiba-tiba, dari segala arah, agen bersenjata muncul, mengepung mereka.

Aveline: "R-Reivan!"

Reivan: "…Tenang."

Reivan berdiri melindungi Aveline. Para agen elit Alexandros yang memantau lewat kamera tersembunyi di Aveline pun langsung panik.

Alexandros: "Sial! Mereka mengepung dua anak itu!"

Agen 1: "Kita kirim bantuan!"

Agen 2: "Tunggu… lihat itu…"

Di layar, Reivan… tidak panik. Tidak gemetar. Ia hanya berdiri diam, membiarkan mereka mendekat.

Agen Specter Eidolon: "Night Hunter… kau mati di sini."

Reivan (tersenyum pelan): "Sudah selesai?"

Dalam sekejap, bom asap meledak. Tapi asap itu bukan senjata musuh… melainkan milik Reivan.

Dalam kabut, bayangan Reivan bergerak seperti hantu. Satu demi satu agen tumbang—senyap, cepat, tanpa suara. Dan di tengah kabut itu...

Reivan (dengan suara rendah, tajam):

> "Kalian pikir... aku tak tahu sejak awal?" "Kalian pikir... kalian bisa mengurung serigala di dalam kandang tikus?" "Ingat ini…."

"Aku bukan bayangan. Aku adalah malam itu sendiri."

— "I am not the shadow. I am the night itself."

---

Di markas Specter Eidolon dan Black Mantis… semua orang membeku. Proyeksi yang mereka pantau sekarang hanya menunjukkan tubuh-tubuh agen mereka yang berserakan.

Pemimpin Black Mantis: "…H-he's a monster."

---

Sementara itu di layar Alexandros dan para agen elit…

Mereka semua membisu. Keringat dingin. Terpaku.

Alexandros (pelan): "Dia… sudah di level lain. Bahkan kita pun tak bisa mengikutinya."

---

Setelah semuanya usai, Reivan kembali ke sisi Aveline yang masih gemetar.

Reivan: "Maaf. Jalan-jalan kita jadi membosankan."

Aveline: (masih terkejut) "K-Kau… apa tadi itu…"

Reivan: tersenyum pelan "Sedikit hiburan."

Dan mereka pun kembali berjalan seperti biasa, seolah tak ada yang terjadi.

---

Semua yang melihatnya malam itu tahu…

Night Hunter telah kembali sepenuhnya.

,

More Chapters