Cherreads

Chapter 2 - Chapter II: Ruang Belajar Sang Pewaris dan Bayangan Sang Pengintai

Enam tahun berlalu sejak Arven membuka matanya di dunia baru sebagai bayi bernama Kael. Tubuh kecil yang rapuh itu kini telah tumbuh menjadi seorang anak laki-laki berusia enam tahun, dengan rambut hitam legam dan mata biru yang luar biasa intens, kontras mencolok dengan kebanyakan bangsawan Elvoreth yang berambut terang. Di permukaan, ia tampak seperti pangeran istana lainnya—mempelajari etiket, sejarah kerajaan, dan dasar-dasar matematika. Namun di balik mata itu, bersemayam kesadaran seorang raja yang telah melihat masa depan dan merasakan pahitnya kekalahan.

Setiap hari adalah pelajaran ganda bagi Kael. Ia belajar kurikulum formal yang diajarkan oleh para tutor istana, menyerap informasi tentang geografi Elvoreth, silsilah keluarga bangsawan, dan hukum-hukum kuno dengan kecepatan yang membuat para pengajarnya kagum sekaligus bingung. Namun, pada saat yang sama, ia memproses ingatan Arven: peta geopolitik global tahun 2050, analisis sistem teknologi militer dan sipil yang belum ada di era ini, data genetik tentang Pure-Blooded dan Synthetics, dan, yang terpenting, catatan tentang kelemahan dan kekuatan kerajaan-kerajaan besar yang kelak akan mendominasi dunia.

Arken, suara tanpa tubuh yang hanya bisa didengar Kael, adalah perpustakaan hidupnya. AI itu tidak hanya menyimpan informasi dari masa depan, tetapi juga terus-menerus menganalisis data yang Kael peroleh di masa kini.

> "Struktur feodal Elvoreth, meskipun tampak kuno, memiliki potensi adaptasi tinggi," bisik Arken dalam benak Kael, saat sang pangeran muda mendengarkan ceramah tentang sistem pajak kerajaan. "Loyalitas personal masih menjadi mata uang politik yang kuat, lebih dari sekadar kekuatan ekonomi murni seperti di Kaelvan 2050. Ini dapat dimanfaatkan untuk membangun jaringan loyalitas yang kokoh, tidak hanya berdasarkan keuntungan finansial."

>

Loyalitas personal, pikir Kael, mengamati ekspresi wajah tutornya. Ya. Virnos mengajarkan padaku betapa rapuhnya loyalitas yang hanya didasarkan pada kekuasaan dan keuntungan. Di sini, aku harus membangun sesuatu yang lebih mendalam.

Ruang belajar istana adalah ruangan yang luas, berdinding panel kayu gelap dan dipenuhi rak-rak buku kuno. Di sana, Kael menghabiskan sebagian besar waktunya, ditemani oleh beberapa anak bangsawan lain yang ditunjuk untuk belajar bersama pangeran. Di antara mereka adalah Lady Aelira.

Aelira, dengan kecerdasannya yang tajam dan tatapannya yang menusuk, adalah satu-satunya yang benar-benar membuat Kael (Arven) merasa perlu menahan diri. Dia tidak seperti anak-anak lain yang mudah terkesan oleh status atau terintimidasi oleh Darron. Aelira memiliki rasa ingin tahu yang tulus dan kemampuan analisis yang luar biasa untuk usianya. Dia sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendalam, memaksa Kael untuk menyaring pengetahuannya dari masa depan menjadi sesuatu yang terdengar masuk akal dalam konteks dunia ini.

Suatu pagi, saat pelajaran tentang strategi militer dasar, tutor mereka membahas pertahanan sebuah benteng. Kael mendengarkan, pikirannya melompat ke pertempuran pengepungan yang ia pimpin di Kaelvan, melibatkan senjata artileri jarak jauh dan unit infiltrasi nano. Perspektifnya sangat berbeda dengan apa yang diajarkan.

"Tuan Pengajar," Kael bertanya dengan sopan, menggunakan bahasa anak-anak yang halus. "Bagaimana jika musuh tidak menyerang gerbang utama, tetapi menggunakan... misalnya, unit kecil yang bisa melewati dinding atau masuk dari bawah tanah?"

Tutor itu, seorang veteran militer yang telah pensiun, tampak sedikit bingung. "Serangan seperti itu tidak realistis, Pangeran Kael. Dinding benteng ini dibangun kokoh, dan terowongan akan terdeteksi oleh patroli bawah tanah."

Kael menahan diri untuk tidak tersenyum. Patroli bawah tanah? Mereka belum mengenal sensor geologi aktif, apalagi drone bor ultra-kompak.

"Hanya sebuah pikiran iseng, Tuan," kata Kael, matanya berbinar nakal, seolah dia hanyalah anak kecil yang berfantasi.

Aelira, yang duduk di sebelahnya, menoleh dan menatap Kael. Di matanya ada kilatan pengertian. Dia tahu Kael tidak hanya "iseng". Pertanyaan-pertanyaan Kael selalu memiliki bobot yang aneh, seolah datang dari tempat yang jauh lebih berpengalaman.

"Pikiran iseng Yang Mulia Pangeran sering kali lebih menarik daripada pelajaran kita, Tuan Pengajar," komentar Aelira dengan senyum tipis, nadanya ambigu. Apakah dia membela Kael atau mengejeknya? Kael belum sepenuhnya yakin, tetapi ia tahu Aelira adalah seseorang yang patut diperhatikan.

Di sisi lain ruangan, Darron duduk dengan ekspresi cemberut. Dia tidak menyukai perhatian yang didapat Kael. Usianya yang lebih tua memberinya keuntungan dalam kekuatan fisik dan status sosial, tetapi kecerdasan Kael yang misterius terus-menerus mengusik rasa percaya dirinya. Darron unggul dalam olahraga dan etiket istana, bidang-bidang di mana Kael, dengan tubuhnya yang masih berkembang dan fokusnya pada pengetahuan, tidak terlalu menonjol. Namun, Darron tahu bahwa dalam jangka panjang, pikiran lebih tajam daripada pedang.

Darron mulai menggunakan taktik halus untuk mengisolasi Kael. Dia akan berbisik pada anak-anak bangsawan lain tentang "keanehan" Kael, mengisyaratkan bahwa pangeran muda itu "terlalu banyak berpikir" atau "tidak normal". Dia akan mengatur permainan atau kegiatan di mana Kael sulit berpartisipasi, dan mengundang semua orang kecuali Kael. Kael merasakan penolakan sosial ini, tetapi tidak terlalu memedulikannya. Permainan anak-anak ini terasa remeh dibandingkan dengan manuver politik tingkat tinggi yang pernah ia hadapi.

Tetapi Darron tidak hanya berhenti pada level anak-anak. Ia mulai mencoba memengaruhi tutor dan bahkan pelayan istana. Ia akan membuat komentar sinis tentang Kael di hadapan mereka, mencoba menanamkan keraguan tentang kelayakan Kael sebagai pewaris kedua. Ratu Marelle merasakan ketegangan ini dan mencoba melindungi Kael, tetapi pengaruhnya terbatas. Raja Elvoreth, meskipun menyayangi Kael, lebih sering mendengarkan Darron yang lebih tua dan lebih aktif dalam urusan publik.

Salah satu kejadian yang menyoroti jurang pemisah antara Kael dan Darron terjadi saat pembahasan mengenai insiden perbatasan dengan Kerajaan Morten, tetangga Elvoreth yang agresif. Pasukan Morten telah melancarkan serangan kecil di pos penjagaan terpencil, menguji pertahanan Elvoreth.

Di ruang dewan yang lebih kecil, Raja Elvoreth berkumpul dengan para penasihat utamanya, termasuk Lord Valerian (ayah Aelira) dan General Solen. Kael, yang diizinkan hadir sebagai bagian dari pendidikannya, duduk tenang di sudut, mengamati. Darron berdiri di dekat ayahnya, menyuarakan pendapatnya dengan lantang.

"Kita harus memberikan respons keras, Ayah!" seru Darron. "Kirim pasukan ke perbatasan, tunjukkan pada Morten bahwa Elvoreth tidak lemah! Biarkan mereka tahu siapa yang mereka hadapi!"

Beberapa bangsawan mengangguk setuju, terkesan oleh semangat Darron. Lord Valerian, seorang pria bijaksana dengan janggut abu-abu, tampak ragu. "Serangan langsung berisiko, Yang Mulia. Morten memiliki keunggulan jumlah dan teknologi. Kecerobohan bisa memicu perang skala penuh yang belum siap kita hadapi."

"Teknologi?" Darron mencibir. "Kita memiliki kavaleri terbaik dan para prajurit paling berani!"

General Solen, yang selama ini diam, akhirnya berbicara. Suaranya serak dan penuh otoritas. "Lord Valerian benar, Yang Mulia Pangeran Darron. Morten telah mengakuisisi unit 'Steel Phantoms' dari pedagang gelap. Itu adalah teknologi Magitek yang berbahaya, unit infanteri yang diperkuat sihir dan baja ringan. Pasukan kavaleri kita akan kesulitan melawan mereka di medan terbuka."

"Steel Phantoms?" Darron terdengar kaget. "Kita tidak mendengar tentang itu!"

"Intelijen kami baru mendapat konfirmasi semalam," jawab Solen datar. Ia melirik Kael yang duduk tenang di sudut. Mata Solen bertemu dengan mata Kael, dan untuk sesaat, Solen merasa ada kilatan pengertian di sana, sesuatu yang tidak ia harapkan dari seorang anak kecil.

Diskusi berlanjut, tetapi terhenti pada ketidakpastian tentang "Steel Phantoms" itu. Tidak ada yang tahu persis kemampuan unit itu, atau bagaimana menghadapinya. Darron tetap pada pendiriannya untuk menyerang, sementara Lord Valerian menyarankan diplomasi dan penundaan.

Kael mendengarkan semuanya, pikirannya berpacu. Steel Phantoms... unit infanteri Magitek yang diperkuat. Di eraku, unit seperti itu sudah ketinggalan zaman. Ada banyak cara untuk menetralkan mereka. Medan magnet frekuensi tinggi, pulsa EMP terfokus, bahkan jenis suara tertentu bisa mengganggu stabilitas sihir penguatnya.

Ia tahu ia harus berbicara. Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan nilainya, tidak hanya sebagai pewaris, tetapi sebagai seseorang yang memiliki pemahaman yang unik. Namun, ia harus berhati-hati agar tidak mengungkapkan terlalu banyak.

Ketika ada jeda dalam percakapan, Kael berbicara, suaranya kecil tetapi jelas.

"Mungkin... mungkin ada cara lain," katanya, menarik perhatian semua orang.

Darron tertawa mengejek. "Apa yang diketahui anak kecil tentang strategi militer, Kael? Pergilah bermain dengan mainanmu."

Raja Elvoreth menatap Kael dengan rasa ingin tahu. "Apa yang kau pikirkan, Putraku?"

Kael merasa jantungnya berdebar, kombinasi ketegangan Arven yang terbiasa dengan situasi berisiko tinggi dan ketakutan Kael sebagai anak kecil yang berbicara di depan orang dewasa penting.

"Jika Steel Phantoms diperkuat oleh sihir..." Kael memulai, menyaring ingatan Arven. "Maka sihir itu pasti memiliki sumber energi atau titik lemah. Sesuatu yang... mengganggu resonansi sihirnya?" Ia menggunakan istilah yang ada di dunia ini, mencoba terdengar seperti ia hanya membuat asumsi logis. "Seperti... suara yang sangat tinggi atau sangat rendah? Atau mungkin sesuatu yang memancarkan getaran aneh?"

Semua orang di ruangan itu terdiam. Mata mereka tertuju pada Kael. Raja Elvoreth, Lord Valerian, dan terutama General Solen, menatapnya seolah mereka baru pertama kali melihatnya. Darron tampak bingung, tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

General Solen melangkah maju, matanya menyipit. "Resonansi sihir... getaran aneh... Dari mana kau mendapatkan ide ini, Pangeran?"

Kael pura-pura berpikir keras. "Aku... aku membaca di salah satu buku tua di perpustakaan istana. Tentang jenis sihir kuno yang bisa dipengaruhi oleh suara dan getaran tertentu. Aku tidak yakin, itu hanya... ide." Terima kasih, Arken, untuk data referensi siluman itu.

> "Data injeksi berhasil," bisik Arken puas.

>

Lord Valerian mengelus jenggotnya. "Buku tua? Itu menarik. General Solen, mungkin kita harus meninjau kembali catatan Magitek kuno. Ada kemungkinan... ada sesuatu di sana."

Solen mengangguk perlahan, tatapannya tidak pernah meninggalkan Kael. Dia adalah seorang prajurit yang mengandalkan pengalaman dan data, tetapi ia juga terbuka terhadap kemungkinan yang tidak konvensional. Ide Kael, meskipun datang dari seorang anak, terdengar... logis dalam kerangka kerja Magitek.

Raja Elvoreth tampak terkesan. "Sebuah ide yang cerdas, Kael. Valerian, Solen, selidiki ini. Sementara itu, kita akan menunda respons militer. Kita akan tingkatkan pengawasan perbatasan dan mencari informasi lebih lanjut tentang unit Steel Phantoms itu."

Darron, yang sedari tadi diam, akhirnya menyela, suaranya dipenuhi kekesalan yang kentara. "Ayah, kau akan mendengarkan ide konyol dari seorang anak kecil? Kita harus bertindak sekarang!"

"Kesabaran, Darron," kata Raja Elvoreth tegas. "Kael mungkin masih muda, tetapi pikirannya tajam. Kita tidak akan bertindak gegabah dalam menghadapi ancaman baru."

Wajah Darron memerah karena marah, tetapi ia tidak berani membantah Raja lebih jauh. Ia melirik Kael dengan tatapan penuh kebencian, berjanji dalam hati untuk membuat pangeran muda itu membayar atas rasa malu ini.

Setelah pertemuan bubar, Kael berjalan keluar dari ruang dewan dengan perasaan lega dan kepuasan yang hati-hati. Langkah pertamanya telah berhasil. Ia telah menarik perhatian orang-orang kunci—Raja, Lord Valerian, dan General Solen—dengan cara yang tidak mengancam (secara langsung) status quo, tetapi menunjukkan kapasitasnya.

Di lorong yang sepi, General Solen menyusulnya. Sang jenderal berhenti di depan Kael, tatapannya menusuk.

"Ide itu, Pangeran," kata Solen, suaranya rendah. "Benarkah kau mendapatkannya dari buku tua?"

Kael menatap mata Solen yang gelap dan dalam. Ia melihat kejujuran dan sedikit kelelahan di sana. Solen adalah pria yang lelah dengan intrik politik dan hanya ingin melindungi kerajaannya. Kael merasakan resonansi dengan jiwa prajurit ini.

Kael tersenyum tipis, senyum yang jarang ia tunjukkan, perpaduan antara kepolosan anak-anak dan kebijaksanaan yang jauh lebih tua. "Beberapa ide datang entah dari mana, Jenderal. Seperti percikan api."

Solen menatapnya lebih lama lagi, seolah berusaha membaca jiwanya. Akhirnya, ia mengangguk perlahan. "Percikan api... Ya. Teruslah membiarkan percikan api itu datang, Pangeran Kael. Kerajaan ini mungkin membutuhkannya."

Ia menepuk bahu Kael perlahan dan berlalu. Kael berdiri di sana sejenak, merasakan bobot tangan Solen. Itu bukanlah sentuhan fisik semata, melainkan awal dari ikatan, rasa hormat yang tulus dari seorang prajurit kepada seorang strategist potensial.

Beberapa langkah di belakang, Kael merasakan kehadiran lain. Aelira berdiri tidak jauh, mengawasinya. Ketika Kael menoleh, Aelira tidak memalingkan muka. Ia menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan—ketertarikan, kecurigaan, mungkin sedikit kekaguman.

Kael tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya sedikit mengangguk padanya, mengakui kehadirannya dan pengamatan diam-diamnya. Aelira membalas anggukan itu, senyum tipis yang penuh makna melintasi bibirnya. Dia telah melihat sesuatu, dan dia tertarik.

Saat Kael kembali ke kamarnya, ia merasakan lonjakan energi. Tantangan ini—membangun kembali kekuasaannya dari nol di dunia yang asing—jauh lebih sulit daripada mempertahankan takhta yang sudah ada. Tetapi ini juga memberinya kebebasan. Ia tidak terbebani oleh kesalahan masa lalunya di mata orang-orang di sini. Ia bisa membentuk identitasnya sendiri.

> "Performa luar biasa, jiwa utama," Arken berbisik. "Injeksi data minimal dengan dampak maksimum. General Solen dan Lady Aelira Valerian sekarang memandangmu sebagai seseorang yang patut diperhatikan. Darron Valerian memandangmu sebagai ancaman yang semakin serius. Semuanya sesuai dengan rencana."

>

Rencana, pikir Kael. Ya. Rencana untuk bertahan hidup. Rencana untuk membangun kembali. Rencana untuk memastikan bahwa sejarah tidak mengulang dirinya sendiri.

Tetapi ia tahu bahwa pertempuran kecil ini hanyalah permulaan. Darron tidak akan berhenti. Kerajaan-kerajaan lain di dunia ini, perlahan-lahan mengadopsi teknologi yang ia kenal dari masa depan, akan menjadi pesaing yang lebih besar. Dan bayangan Kaelvan tahun 2050, dunia yang meninggalkannya, masih menggantung di cakrawala.

Dia masih seorang anak laki-laki berusia enam tahun di tubuh. Tetapi di dalam, raja yang telah jatuh itu sedang bangkit, satu langkah strategis pada satu waktu. Dan dunia Elvoreth, yang damai di permukaan, akan segera merasakan getaran dari ambisi yang tersembunyi di balik mata biru sang pangeran muda.

Malam itu, Kael menghabiskan waktu mempelajari laporan intelijen yang berhasil ia dapatkan (dengan sedikit bantuan Arken dalam "mengarahkan" pandangannya pada dokumen-dokumen yang tepat di ruang kerja Lord Valerian saat ia berkunjung). Dia menganalisis kekuatan militer Morten, jalur perdagangan mereka, dan, yang terpenting, sumber pasokan teknologi Magitek mereka. Setiap detail, tidak peduli seberapa kecil, adalah kepingan puzzle dalam gambaran yang lebih besar. Dia tidak lagi hanya bertahan. Dia mulai merencanakan serangan baliknya. Bukan dengan kekuatan fisik, tetapi dengan kecerdasan, informasi, dan manipulasi halus dari catur politik kerajaan. Dunia ini adalah papan catur barunya, dan dia berniat untuk menjadi satu-satunya raja yang tersisa di akhir permainan.

More Chapters