Cherreads

Chapter 21 - BAB II.X : Relic Search part 1

Langkah kaki Blaze terasa berat di tengah heningnya hutan yang mulai diselimuti kabut pagi. Aroma lembap daun dan tanah yang baru tersiram embun menyelimuti udara. Ia terus menembus rimbunnya pepohonan, menuju perbatasan negaranya—negara api Ra.

"Dari sini ke Ra butuh dua hari jalan kaki," pikir Blaze. Dahinya berkerut. "Kalau aku lambat, bisa jadi orang lain sudah lebih dulu menemukan relik itu…"

Ia menatap lurus ke depan, tapi lamunannya buyar saat mendengar suara derap kuda dari arah timur. Dentum langkah-langkah itu menggema dari balik hutan lebat dan semak berduri yang menjulang seperti pagar alam. Jalan itu mustahil dilewati. Jika ia memaksa, tubuhnya akan tergores hebat, dan membakar semak itu hanya akan membawa bencana besar.

Ini bukan hutan sembarangan—ini hutan perbatasan, rumah dari burung legendaris Aoga Felik. Jika terbakar, hutan akan lenyap, dan bersama itu, spesies langka akan punah.

Blaze bergumam dalam hati. "Tidak mungkin aku membiarkan itu terjadi…"

Tiba-tiba, suara jeritan memecah udara.

"Aaaaaa! Ibuuuu! Tolong aku!!"

Seketika Blaze melesat ke arah suara. Api menyala di telapak kakinya, menciptakan ledakan kecil yang mendorong tubuhnya lebih cepat, lebih lincah, seolah ia menari di udara. Setiap lompatan meninggalkan jejak api yang segera padam di udara dingin pagi.

Begitu mendekati sumber suara, Blaze memperlambat langkahnya dan menyelinap di balik semak.

Ia melihat seorang gadis kecil—terluka, berdarah, dan gemetar. Darah mengalir dari dahinya, membasahi wajah pucatnya. Di hadapannya, sekelompok pria berkuda bersenjata tertawa angkuh.

"Hehehe… Mau ke mana kau, anak kecil?" ucap salah satu dari mereka sambil menyeringai keji.

"Aku mohon… jangan sakiti aku lagi…" jawab si gadis lemah, hampir tak terdengar.

"Kami adalah Furta Silva… para penjarah hutan!" teriak pemimpin mereka. "Sungguh malang nasibmu, anak kecil. Kau memasuki wilayah kami…"

Blaze menggenggam erat tanah di bawahnya. Api di tangannya mulai berkobar pelan, muncul begitu saja seiring kemarahannya yang mendidih. Tapi saat ia hampir bangkit untuk menyerang, seseorang melesat dari arah lain.

BRAK!!

Sebuah tendangan keras menghantam kepala salah satu perampok, menjatuhkannya dari kudanya. Tubuhnya menghantam tanah dengan bunyi debam keras, dan kudanya panik melarikan diri ke dalam hutan.

Sosok penyerang itu berdiri dengan tenang, tubuhnya dilapisi nyala api biru yang bergelombang seperti nyala lilin tertiup angin. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya tajam.

"Siapa kau?!" bentak salah satu perampok. "Kami tak ada urusan denganmu!"

"Benar, aku tak punya urusan dengan kalian. Tapi kalian menyakiti seseorang di tanah suci ini. Itu sudah cukup."

Tanpa aba-aba, perampok-perampok itu menyerbu. Tiga pengguna elemen tanah maju sebagai tameng, tiga lainnya—pengguna angin—bergerak cepat menyelinap dari sisi samping, sementara tiga pengguna api melontarkan serangan frontal.

Blaze memperhatikan taktik mereka dari balik pepohonan. Mereka terorganisir dengan baik. Formasi mereka seimbang—pertahanan, serangan jarak dekat, dan serangan dari titik buta.

"Komposisi yang cukup mengesankan…" pikir Blaze, kagum sejenak. Tapi ia segera menepis perasaannya. Ini bukan saatnya mengamati. Anak itu harus diselamatkan.

Sementara itu, pria berapi biru itu bergerak lincah, seperti bayangan yang menari di antara kobaran api. Salah satu perampok mencoba menyerangnya dari belakang—namun sosok itu menghilang!

BRAAAK!

Kuda-kuda saling bertabrakan karena kehilangan arah. Dan tahu-tahu, pria misterius itu sudah berdiri di belakang sang gadis kecil.

"Hei, adik kecil… kau tak apa-apa, kan?" katanya lembut, melambaikan tangan kiri sambil tersenyum.

"Aku… sedikit terluka," jawab si gadis pelan.

"Tenang. Aku akan bawa kau ke tempat pengobatan… setelah aku mengalahkan mereka."

Salah satu perampok melotot, "Bagaimana kau bisa berpindah tempat begitu cepat?!"

Pria itu tertawa kecil. "Api menghasilkan asap. Asap bisa menjadi jalan. Aku mengalir bersama asapku—dan berpindah."

"Omong kosong!" bentak perampok. "Kau pikir kau Azazel, Raja Kegelapan?! Bisa manipulasi ruang dan waktu?! Jangan bercanda!"

Tapi sebelum ejekan itu selesai, tubuh perampok itu sudah tersungkur terbakar. Api biru menyapu mereka satu per satu. Tak satu pun bisa menyentuh si pengguna api biru itu.

Setelah semuanya tumbang, pria itu mengangkat sang gadis dengan hati-hati, menyandarkannya ke pohon, lalu membalikkan kereta kuda yang sempat terguling. Dengan lembut ia mengangkat gadis itu kembali ke dalam kereta.

Namun sebelum ia sempat menutup pintu, Blaze melompat ke depan dan membantu gadis itu masuk. Gerakan itu mengejutkan sang penyelamat.

Dengan refleks, nyala api biru berkobar dari tangannya, siap menghajar Blaze.

"Tunggu!" seru Blaze, mengangkat tangan. "Aku bukan bagian dari mereka! Aku hanya membantu anak itu!"

Pria itu meneliti Blaze dari kepala sampai kaki. Pakaian Blaze tak sama dengan para penjarah, dan wajahnya menunjukkan niat tulus.

"Hmph…" gumamnya curiga. "Baiklah, aku percaya. Tapi kalau kau bohong—aku akan menghajarmu."

"Ya, ya, aku paham," jawab Blaze datar.

Pria itu mengulurkan tangan. "Namaku Mino. Mino Kinkladze. Panggil saja Mino."

Blaze membalas uluran itu. "Aku Blaze. Senang bertemu denganmu, Mino."

"Ke mana kau akan membawa gadis ini?" tanya Blaze.

"Ke tempat pengobatan terdekat," jawab Mino.

"Tapi kuda penarik kereta itu sudah mati… bagaimana kita bisa menariknya?"

Mino hanya tersenyum. Ia berjalan ke depan kereta, mengikatkan tali kekang ke tubuhnya sendiri.

"Kalau kau tak punya kuda—jadilah kuda itu sendiri," ujarnya mino.

Blaze hanya bisa menatap, terdiam sejenak, sebelum akhirnya tersenyum kecil dan mengangguk.

"Kalau begitu, biar aku bantu. Jangan kira kau satu-satunya orang kuat di sini."

Dan mereka pun melangkah maju—dua orang penyala api, membawa seorang anak kecil yang terluka, menuju cahaya harapan di balik rimba perbatasan.

More Chapters