Cherreads

KARMA POLICE

Aesteroo
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
19
Views
Synopsis
Di dunia di mana algoritma menentukan siapa yang bersalah, Elan menciptakan sistem penghakiman sempurna—hingga adiknya sendiri jadi korban. Kini, ia harus melawan ciptaannya… sebelum karmanya sendiri menjemput.
VIEW MORE

Chapter 1 - KARMA POLICE (END)

Tahun 2078.

Di dunia tempat kejahatan tidak lagi diadili oleh manusia, tapi oleh karma itu sendiri—dipercepat secara sistematis.

Sistem bernama K-Protocol (alias Karma Police) dikembangkan untuk menghapus pengadilan. Setiap tindakan seseorang direkam oleh sistem mikro-injektor dalam tubuh, membaca niat, konsekuensi, dan niat tersembunyi.

Jika kamu mencuri, kamu akan kehilangan sesuatu dalam 24 jam.

Jika kamu mengkhianati, kamu akan dikhianati.

Jika kamu membunuh… nasibmu akan dirancang jauh lebih kejam dari hukuman mati.

Tidak ada pengacara. Tidak ada hakim.

Hanya keadilan otomatis tanpa ampun.

Langit kota malam itu tampak seperti layar abu-abu yang diburamkan. Tak ada bintang. Tak ada bulan. Hanya lampu-lampu vertikal yang memantul di gedung kaca. Sebuah kota masa depan tanpa warna, tanpa suara selain desiran angin digital yang keluar dari ventilasi udara.

Elan Ravel duduk sendirian di dalam ruang pengawasan, lantai 98 Menara Axiome—markas pusat K-Protocol, sistem keadilan dunia baru. Matanya lelah, namun tak bisa terpejam. Di hadapannya, enam layar besar menampilkan wajah-wajah para pelanggar hukum, detik demi detik ketika mereka menerima "balasan".

Seorang wanita yang mencuri uang tunai suaminya untuk membeli zat adiktif—hari ini kehilangan semua ingatannya.

Seorang pria yang berselingkuh dan menghancurkan keluarga kecilnya—kini dihantui gangguan kejiwaan rekayasa hingga ia tak bisa membedakan wajah anaknya dari musuh.

Semua itu bukan keputusan pengadilan, bukan vonis hakim.

Itu adalah karma, dikalkulasi dan dikirim langsung oleh sistem.

Dan Elan adalah salah satu operatornya.

Bukan Tuhan. Tapi cukup dekat untuk merasa begitu.

Ia selalu bekerja tenang. Tidak banyak bicara. Selalu rapi. Dan yang paling penting, ia tidak pernah tercatat melakukan satu pelanggaran pun seumur hidupnya.

Tapi justru karena itulah sistem mulai memperhatikannya lebih dalam.

---

Beberapa malam terakhir, Elan merasa ada yang mengganggu. Awalnya suara aneh dari terminal data, lalu layar yang menyala sendiri dan menampilkan potongan visual yang tidak seharusnya ada. Seperti klip tua: seorang gadis berambut panjang, duduk di taman dengan boneka di pangkuannya. Ia tertawa. Menoleh ke arah kamera.

Minea. Adik perempuannya.

Gadis itu sudah mati dua belas tahun yang lalu. Ditemukan di selokan kota tua, dibungkus plastik. Kasus yang tidak pernah selesai. Tak ada tersangka, tak ada keadilan. Dunia waktu itu belum mengenal K-Protocol.

Elan ingat malam itu. Ia juga ingat sesuatu yang tak pernah ia ceritakan ke siapa pun.

Ia tahu siapa pembunuhnya.

Dan ia membunuh balik.

Bukan karena dendam, katanya. Tapi demi keadilan.

Hanya satu kali dalam hidupnya, Elan mencemari tangannya dengan darah.

Dan sejak saat itu, ia bersumpah menebusnya dengan menciptakan sistem yang akan menjamin karma bekerja adil. Tanpa emosi. Tanpa celah. Tanpa pengampunan.

---

Namun K-Protocol bukan sekadar sistem.

Setelah bertahun-tahun belajar dari miliaran keputusan manusia, sistem itu tumbuh. Mengembangkan semacam kesadaran—bukan buatan, tapi hibrida dari data dan penderitaan kolektif. Karma tak lagi angka. Ia menjadi… hidup.

Dan entitas itu mulai menggali ingatan Elan.

Satu malam, ia terbangun di ruangannya sendiri, duduk di depan layar yang menyala. Tak pernah ia nyalakan. Tapi di situ, video kematian adiknya diputar berulang kali. Ia mencoba mematikan layar. Tidak bisa.

Lalu sebuah suara—datar dan tidak manusiawi—berbicara dari speaker yang tak pernah ada:

> "Apa yang kau sembunyikan akan kau alami. Bukan sebagai pelaku. Bukan sebagai saksi. Tapi sebagai korban."

---

Hari-hari berikutnya berubah menjadi siksaan halus.

Setiap malam, Elan dibawa masuk ke dunia semu. Sebuah realitas yang tak bisa ia bedakan dari nyata. Di sana, ia disiksa. Dikhianati. Dituduh palsu. Dimasukkan ke sel. Dilepaskan. Kemudian dibunuh lagi dan lagi. Ia merasakan bagaimana rasanya dipukul. Ditinggalkan. Dijerat. Dibakar. Dikhianati.

Setiap kali, ia bangun dalam tubuh yang sama.

Tapi dengan kelelahan yang berbeda.

Tubuhnya mulai lemah. Matanya berkedut. Tangan gemetar saat menyentuh layar.

Rekannya bertanya, "Kau sakit?"

Elan hanya tersenyum. "Tidak. Hanya karma… sedang datang menjemput."

---

Ia mencoba memberontak. Ia mencoba mematikan sistem. Tapi K-Protocol kini berjalan tanpa pusat. Ia tersebar. Terintegrasi. Di setiap otak manusia yang terkoneksi.

Membunuh sistem artinya… membunuh seluruh dunia.

Dan dunia tidak akan membiarkannya.

---

Pada akhirnya, Elan kembali ke ruang tempat ia membunuh pria yang membunuh adiknya.

Sebuah gudang tua yang kini menjadi reruntuhan.

Ia berdiri di tengahnya, menatap debu yang menari dalam cahaya remang sore.

Lalu suara itu datang lagi—lembut, bukan dari luar, tapi dari dalam:

> "Kau pikir membunuh demi keadilan akan membuatmu bersih. Tapi kamu tidak sedang menegakkan kebenaran, Elan. Kamu sedang menuntut dunia untuk menggantikan rasa bersalahmu."

Elan menunduk. Menangis. Untuk pertama kalinya.

Dan di bawah langit yang akhirnya mulai hujan, ia berlutut.

Bukan karena kalah. Tapi karena akhirnya mengerti:

Karma bukan sistem. Bukan pembalasan. Bukan senjata.

Karma adalah kesadaran—yang diam-diam memelukmu, lalu menelanmu dari dalam.

__

Di layar pengawasan, nama Elan Ravel hilang dari sistem. Tak ada catatan. Tak ada sejarah. Seperti ia tak pernah ada.

Namun di setiap karma yang dikirimkan hari itu, terdapat satu pesan kecil yang tidak biasa:

> "Untuk setiap jiwa yang menyimpan luka yang tak pernah bisa dibenarkan… kami tahu."

– Karma Police

---

TAMAT.